Pengertian Hustle Culture, Dampak dan Cara Menghindari
arduma.id (Hustle Culture) – Di dunia pekerjaan saat ini sering dibahas mengenai hustle culture. Istilah ini tanpa disadari juga sudah menerapkan budaya negatif di kehidupan sehari-hari para pekerja. Ada beberapa pekerja yang menyetujui hal ini, namun ada banyak pula yang menentangnya habis-habisan.
Terus bekerja tanpa mengenal waktu istirahat untuk diri sendiri dan takut akan tertinggal, merasa cemas, takut karena karir orang lain yang terus melonjak. Hal ini yang menjadi salah satu faktor terciptanya budaya gila kerja yang menjadi tren saat ini di kalangan anak muda. Tapi, sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan hustle culture dan apa saja penyebabnya? Berikut ini penjelasannya.
Pengertian Hustle Culture
Hustle culture menurut Forbes merupakan sebuah aksi dari seseorang yang memposisikan pekerjaannya sebagai pusat kehidupan. Mereka memuliakan dan memuji jam kerja yang panjang, kemudian mengasumsikan bahwa orang-orang yang mengambil jam istirahat adalah mereka yang pemalas.
Kementerian Ketenagakerjaan mengatakan bahwa hustle culture adalah standar di masyarakat yang menganggap bahwa seseorang hanya akan mencapai kesuksesan jika benar-benar mendedikasikan hidupnya untuk pekerjaan dan bekerja sekeras-kerasnya hingga menempatakan pekerjaan di atas segalanya. Mereka bahkan tidak mengenal waktu istirahat untuk dirinya sendiri, karena mereka merasa hidupnya didedikasikan untuk pekerjaannya.
Budaya gila kerja ini jika dilihat dari luar mungkin akan tampak seperti gerakan motivasi berenergi tinggi yang datang dengan imbalan yang diharapkan oleh mereka yakni karir yang melonjak dengan pesat. Padahal hustle culture ini secara perlahan dapat mempengaruhi kesehatan dan juga mental bekerja. Mereka yang terus bekerja tanpa memberikan jeda untuk dirinya istirahat, semakin lama akan semakin terasa bahwa mentalnya terganggu. Hal ini disebabkan tingginya keinginan yang tidak melihat kondisi dirinya sendiri.
Beberapa orang yang menyetujui budaya gila kerja ini berharap bahwa akan naik jabatan lebih cepat, menghasilkan lebih banyak uang, atau bahkan berharap untuk mendapatkan penghasilan pasif karena kerja kerasnya sepanjang waktu. Memang, bekerja dengan keras sangat digemari di setiap tempat kerja karena memberikan dampak positif juga bagi perusahaan. Namun, berbeda dengan hustle culture ini yang merupakan sebuah pengorbanan diri tetapi juga delusi para pekerja.
Ciri-ciri pekerja yang mengantu budaya gila kerja atau hustle culture:
- Merasa bersalah ketika menggunakan waktu untuk istirahat.
- Memiliki target yang tinggi hingga tidak realistis.
- Selalu merasa kurang dengan pekerjaan yang dikerjakan.
- Pikirannya hanya tentang bekerja dan tidak memiliki waktu untuk bersantai.
- Sering mengalami kelelahan dalam bekerja.
Dampak Hustle Culture bagi Pekerja
Maraknya budaya gila kerja yang dilakukan oleh anak-anak muda saat ini memiliki dampak bagi dirinya sendiri. Dampak tersebut disebabkan karena kekerasan mereka dalam bekerja yang tidak mengenal waktu hingga mempengaruhi fisik dan juga psikologis. Berikut ini dampak hustle culture bagi pekerja:
Dampak Fisik
- Dapat menyebabkan gumpalan darah yang kemudian berakhir dengan gejala stroke.
- Peningkatan tekanan darah karena stress yang terus berlanjut.
- Dapat menyebabkan diabetes karena metabolisme glukosa yang terganggu.
- Penyakit jantung dan pendarahan otak probabilitasnya terganggu.
Dampak Psikologis
- Burnout (kelelahan).
- Kualitas hidup yang terus menurun.
- Gejala depresi.
- Memiliki pemikiran untuk bunuh diri.
- Tingkat kecemasan yang terus memburuk.
Dampak yang terjadi pada mereka yang sudah menganut hustle culture ini sangat berbahaya bagi kesehatan fisik dan juga mental. Mereka yang sudah gila akan bekerja secara terus-menerus dan menghabiskan lebih banyak waktu di hidupnya hanya untuk bekerja tentu akan cepat merasa lelah dan juga stress. Ini dikarenakan mereka tidak memberi ruang pada diri sendiri agar mengistirahatkan badan dan pikirannya.
Cara Menghindari Hustle Culture di Dunia Kerja
1. Mencari Hobi atau Kegiatan di Luar Pekerjaan
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghindari hustle culture di dunia kerja adalah dengan mencari hobi atau kegiatan di luar pekerjaan. Ini bisa menjadi solusi untuk menghindari diri sendiri dari pikiran tentang pekerjaan yang terus-menerus menghantui. Memanfaatkan waktu luang untuk menjalankan hobi dan kegiatan lain yang dicintai dapat membuat diri kamu lebih seimbang dalam menjalani kehidupan.
Terlebih jika hobi atau kegiatan yang akan kamu lakukan bergerak pada bidang olahraga. Karena menurut penelitian, olahraga dapat menurunkan stress yang terjadi pada seseorang. Selain itu, juga dapat menjaga kesehatan tubuhmu. Dengan melakukan hobi atau aktivitas lain di luar pekerjaan akan lebih menyeimbangkan hidupmu atau biasa disebut dengan work-life balance.
Kamu juga bisa mencari kegiatan dengan mengikuti kursus Bahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuanmu dan memperluas jaringan relasi yang kamu miliki. Ini menjadi salah satu alternatif kegiatan yang dapat kamu lakukan dan bermanfaat untuk menunjang karir.
2. Mengenali Batasan Diri
Hal yang perlu diperhatikan dalam bekerja adalah mengenali batasan diri sendiri. Pasalnya, setiap orang tentu memiliki kapasitas dan kemampuannya masing-masing sehingga tidak akan bisa disama-ratakan. Mengenali batasan diri sangat penting agar mampu mengendalikan emosi, mengetahui waktu istirahat untuk diri sendiri dan juga yang lainnya.
Ini berarti kamu harus mampu untuk mengatakan tidak atas pekerjaan yang berada di luar kapasitas yang kamu miliki. Serta mampu mengetahui jam istirahat untuk diri kamu dan tahu seberapa porsi diri kamu untuk bekerja keras. Hal ini berarti, jangan sampai kamu memaksakan diri untuk memenuhi standar yang tidak manusiawi dan merugikan dirimu sendiri.
3. Berhenti Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Pengaruh sosial media memang tidak sepenuhnya positif. Banyaknya pekerja yang membagikan kegiatan bekerjanya sepanjang waktu, menunjukkan bahwa mereka bekerja dalam waktu yang panjang hingga weekend tetap bekerja yang kemudian dapat mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. Sebab, salah satu sumber tekanan yang menjadikan hustler culture ini menjadi budaya adalah melalui sosial media.
Setiap orang selalu ingin merasa unggul dan terlihat sukses dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Lalu mereka tidak segan-segan membagikan dengan bangga aktivitas bekerjanya hingga larut malam atau di akhir pekan. Ini yang kemudian membuat orang lain ingin memiliki kesuksesan seperti mereka. Maka dari itu, mereka akan mulai untuk menganut hustle culture karena berharap bisa sukses seperti itu.
Dalam kasus ini, sudah saatnya untuk kalian berhenti membanding-bandingkan diri dengan pencapaian orang lain. Serta jangan terlalu membuat ekspektasi yang berlebihan terhadap diri sendiri karena melihat orang lain melakukan hal tersebut. Pasalnya, setiap orang tentu memiliki kapasitas dan kemampuannya masing-masing dalam bekerja dan menjalani kehidupan sehari-hari. Pun tidak semua yang disebarkan melalui sosial media terbukti benar.
4. Beri Ruang untuk Istirahat
Cara berikutnya untuk menghindari hustle culture adalah dengan memaksa diri untuk memberi ruang istirahat. Istirahat merupakan poin utama dalam menghindari dampak buruk menganut budaya gila kerja. Karena salah satu awal terjebaknya budaya gila kerja adalah ketika kamu mulai meremehkan waktu istirahat.
Jika kamu sudah masuk ke dalam hustle culture, kamu bisa memanfaatkan Google Calendar sebagai pengingat jam istirahat yang perlu kamu perhatikan. Bekerjalah secukupnya dan dalam waktu yang wajar agar tetap bisa menjalani pola hidup yang sehat. Sebab, budaya ini dapat perlahan dihilangkan jika setiap orang mampu untuk membatas diri, memberikan ruang untuk istirahat dan juga menghargai orang lain.
Itulah pengertian hustle culture, dampak dan juga cara menghindarinya. Sebagai seorang pekerja, kamu perlu untuk melihat dampak jika menganut budaya gila kerja. Jika kamu ingin memaksimalkan potensi yang kamu miliki, kamu bisa melakukannya di jam kerja dan selanjutnya berikan ruang bagi diri sendiri untuk istirahat. Karena tidak ada gunanya sukses jika badan sudah renta terhadap penyakit.